I. ASET BERSEJARAH
Definisi
- Aset bersejarah merupakan salah satu aset yang dilindungi oleh Negara (Agustini, 2011)
- Aset besejarah bukanlah aset dan akan lebih tepat diklasifikasikan sebagai kewajiban, atau secara alternatif disebut sebagai fasilitas dan menyajikannya secara terpisah (Carnegie dan Wolnizer, 1995).
- Berbeda halnya dengan Micallef dan Peirson (1997), mereka berpendapat bahwa aset bersejarah tergolong dalam aset dan dapat dimasukkan dalam neraca.
- Aset bersejarah merupakan aset berwujud yang didalamnya terkandung nilai seni, budaya, pendidikan, sejarah, pengetahuan dan karakteristik unik lainnya dimana dalam hal pelepasannya, aset bersejarah ini dilindungi oleh pemerintah dan Undang-Undang, sehingga patut untuk dipelihara dan dipertahankan kelestariannya
Karakteristik aset bersejarah
- Terdapat nilai budaya, lingkungan, pendidikan dan sejarah yang terkandung pada aset bersejarah tersebut yang tidak sepenuhnya mencerminkan nilai moneter.
- Masa manfaat aset bersejarah tersebut umumnya sangat panjang, bahkan pada beberapa kasus tidak bisa didefinisikan.
- Nilai dari aset bersejarah tersebut terus bertambah seiring berjalannya waktu.
- Pembatasan dan larangan yang sah menurut Undang-Undang untuk masalah penjualan.
- Dilindungi, dirawat, serta dipelihara.
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara.
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Perlakuan Akuntansi
Menurut PSAP Nomor 07 Tahun 2010, aset bersejarah diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) saja tanpa nilai, kecuali untuk beberapa aset bersejarah yang memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, misalnya gedung untuk ruang perkantoran, aset tersebut akan diterapkan prinsip- prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya. Aset bersejarah yang masuk dalam golongan tersebut akan dimasukkan dalam neraca.
Di Indonesia penilaian awal aset bersejarah; sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah; menggunakan penilaian aset berdasarkan biaya dan tidak diperkenankan untuk dilakukan penilaian kembali (revaluation).
Permasalahan aset bersejarah
1. Inventarisasi aset yang masih buruk.
Inventarisasi aset ini terdiri atas dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan juga yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kondifikasi/labeling, pengelompokan, dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset. Hal ini terlihat dari masih terdapatnya aset-aset yang secara fisik ada tetapi tidak tercatat di dalam daftar aset, atau bahkan ada aset yang dikuasai oleh pihak ketiga tetapi dokumen legalnya dikuasai oleh pemerintah atau sebaliknya ada aset yang dikuasai oleh pemerintah tetapi dokumen legalnya belum lengkap. Seringkali dokumen-dokumen legal atas aset tersebut sulit ditemukan bahkan tidak dapat ditemukan.
2. Pemanfaatan aset bersejarah yang dimiliki kurang memberikan hasil yang maksimal.
Pemerintah yang dengan begitu gampangnya memberi hak pengelolaan atas aset-aset negara kepada pengusaha swasta tanpa kompensasi yang maksimal untuk menambah keuangan negara menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya pedapatan untuk menambah keuangan Negara. Contohnya KSO pengelolaan Hotel Indonesia dengan Grup Djarum.
3. Permasalahan dalam akuntansi aset bersejarah tersebut, baik dari segi pengakuan, penilaian, dan pengungkapan.
Pengakuan
Sejumlah dewan standar akuntansi nasional dan internasional (misalnya IPSASB, Australia AASB, Selandia Baru FRSB, UK ASB) menganggap bahwa memasukkan aset bersejarah dalam neraca akan meningkatkan kualitas informasi yang dilaporkan.
Pallot dan Mautz mengklasifikasikan aset bersejarah tersebut sebagai "community assets" dan "facilities assets". Pallot berpendapat bahwa aset bersejarah harus diklasifikasikan sebagai "community assets" karena pemilik mereka memiliki kepemilikan tidak sempurna karena tidak memiliki hak-hak ekonomi pada umumnya (hak pakai hasil, pemindahtanganan, pemusnahan).
Carnegie dan Wolnizer berpendapat bahwa aset bersejarah dapat tidak dapat digambarkan sebagai aset keuangan dan tidak memenuhi syarat untuk diakui sebagai aset: aset warisan bukan merupakan aset, baik dalam hal akuntansi konvensional atau dalam istilah komersial. Akan lebih sesuai untuk mengklasifikasikan aset bersejarah tersebut sebagai kewajiban ataupun hanya sebagai fasilitas dan menyajikannya secara terpisah.
Penilaian
Akan sangat sulit atau hampir mustahil untuk menemukan metode yang dapat diterima secara universal dari penilaian aset tersebut dan ada banyak masalah untuk menyelesaikan aplikasi akuntansi akrual untuk aset bersejarah tersebutpada sektor publik. Ketidakmungkinan menjual aset bersejarah di pasar terbuka dan tujuan sosial yang dikandung didalamnya, sangat sering mencegah akuntan dari mendapatkan penilaian yang relevan dan/atau menunjukkan nilai jasa potensial yang terdapat pada aset tersebut.
Pengungkapan
Dengan adanya masalah pengakuan dan juga penilaian dari aset bersejarah, secara otomatis juga terdapat masalah pada pengungkapan aset tersebut.
Usulan solusi permasalahan
- Untuk masalah inventarisasi aset dan pemanfaatan aset yang kurang maksimal, direkomendasikan untuk dapat lebih selektif dalam hal pencatatan aset-aset bersejarah yang dimiliki oleh Indonesia. Jika diperlukan, dapat juga membentuk suatu badan khusus yang bertujuan untuk mengelola aset-aset bersejarah, sehingga pemanfaatan aset bersejarah dapat lebih maksimal.
- Untuk masalah dalam akuntansi aset bersejarah tersebut; terdapat dua cara yang berbeda dapat dipertimbangkan untuk akuntan dan praktisi untuk memperhitungkan aset warisan:
- Memberikan aset bersejarah tersebut nilai dan mengakui aset tersebut pada neraca,
- Tidak memberikan nilai kepada aset bersejarah tersebut, dan hanya mengenali aset tersebut secara kualitatif.
II. ASET KONTRAK KONSTRUKSI KERJASAMA (KKKS)
Definisi
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
Barang yang menjadi milik/Kekayaan Negara yang berasal dari Kontrak Kerja Sama selanjutnya disebut Barang Milik Negara adalah seluruh barang dan peralatan yang dibeli KKKS dan yang secara langsung digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.06/2010).
Barang Milik Negara merupakan Kekayaan Negara yang digunakan dan diperoleh atau dibeli KKKS sebagai pelaksanaan kontrak kerja sama antara KKKS dengan Pemerintah RI terdiri dari:
- Barang modal/kapital berupa peralatan, tanah, bangunan, dan material persediaan yang tercatat dalam sistem pencatatan aset di KKKS;
- Barang yang tidak tercatat dalam KKKS berupa limbah sisa operasi perminyakan yang ada dalam tanggungjawab dan pengamanan pada KKKS;
- Barang/peralatan yang dibeli pada masa eksplorasi (direct expense).
Pengelolaan Barang eks KKKS
Dilakukan oleh :
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku pelaksana fungsional Pengelola Barang
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) selaku Pengguna BMN
- BP Migas selaku pembina penggunaan BMN
- Kontraktor sebagai Kuasa Pengguna Barang.
Bentuk pengelolaan :
- Penetapan status adalah adalah penetapan penggunaan Barang Milik Negara kepada pengguna barang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
- Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
- Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan,dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Dasar Hukum
- Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
- Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengajuan Rencana lmpor dan Penyelesaian Barang yang Dipergunakan untuk Operasi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Negara.
- Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2008 tentang Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Tidak Dapat Dikembalikan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.05/2011 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset berupa Barang Milik Negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Perlakuan Akuntansi
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.05/2011 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama, aset KKKS diakuntansikan dan dilaporkan melalui sistem akuntansi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang termasuk dalam klasifikasi transaksi khusus.
Dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan atas pengelolaan aset KKKS dibentuk unit akuntansi keuangan yang terdiri dari:
- UAKPA-BUN, dilaksanakan oleh Unit Eselon I pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menangani bidang minyak dan gas bumi;
- UAPKPA-BUN, dilaksanakan oleh Unit Eselon II pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan yang menangani Barang Milik Negara.
Pengakuan dan Penilaian
Aset KKKS yang diperoleh dan/atau dibeli serta digunakan oleh KKKS sejak Tahun 2011 diakui secara langsung sebagai Barang Milik Negara. Sedangkan Aset KKKS yang diperoleh atau dibeli sebelum Tahun 2011 diakui sebagai Barang Milik Negara setelah dilakukan inventarisasi dan/atau Penilaian.
Penilaian terhadap aset KKKS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penilaian Barang Milik Negara.
Pengukuran
Pemerintah membagi pengukuran nilai aset KKKS menurut waktu perolehannya, yaitu:
- Pengukuran Aset KKKS yang diperoleh sampai dengan Tahun 2004 dicatat berdasarkan hasil penilaian. Dan apabila aset KKKS tersebut dinilai berdasarkan mata uang asing, maka hasil penilaiannya dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal penilaian dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
- Aset yang diperoleh dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2010 dapat dicatat menggunakan nilai perolehan dengan memperhitungkan nilai penyusutan sesuai dengan metode penyusutan yang akan ditetapkan kemudian. Dan untuk aset KKKS yang nilai perolehannya tidak dapat diketahui, maka dapat dicatat berdasarkan nilai wajar.
- Aset KKKS yang diperoleh setelah Tahun 2010 dicatat berdasarkan nilai perolehan. Apabila aset KKKS diperoleh dengan menggunakan mata uang asing, maka nilai aset dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Dan pada saat dilakukan reklasifikasi terhadap aset yang telah diserahkan kepada Pemerintah, maka aset KKKS dicatat berdasarkan nilai buku yang disajikan sebesar harga perolehan yang telah dikurangi akumulasi penyusutan.
- Aset KKKS yang belum diserahkan dan belum dilakukan inventarisasi dan penilaian, serta aset KKKS yang sudah dilakukan inventarisasi dan penilaian namun belum dapat diyakini, tidak dicatat dalam neraca, namun diungkapkan dalam CaLK.
- Aset KKKS yang diperoleh serta digunakan sejak tahun 201 1, apabila berupa Harta Barang Modal Aset disajikan pada LKPP Tahun 2012 setelah Placed Into Services (PIS), dan apabila berupa tanah disajikan setelah digunakan oleh KKKS. PIS adalah kondisi sebuah barang yang diadakan oleh KKKS telah siap/sudah digunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Pelaporan
Kementerian ESDM selaku UAKPA-BUN menyusun laporan keuangan untuk seluruh aset KKKS yang terdiri dari:
- aset yang masih dalam penguasaan KKKS dan aset yang telah diserahkan ke Pemerintah; Aset KKKS yang telah diserahkan kepada Pemerintah c.q. Kementerian ESDM dan sudah dilakukan inventarisasi dan penilaian, dicatat dalam neraca sebagai aset tetap atau persediaan. Sedangkan untuk Aset KKKS yang masih dikuasai oleh KKKS, ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi aset mengikuti kebijakan akuntansi pada industri hulu minyak dan gas bumi.
- aset yang belum ditentukan nilai wajarnya dan yang sudah ditentukan nilai wajarnya untuk aset yang diperoleh sampai dengan Tahun 2004;
- aset yang sudah diinventarisasi dan yang belum diinventarisasi untuk aset yang diperoleh dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2010; dan aset yang diperoleh setelah Tahun 2010.
Permasalahan Aset KKKS
- Pemerintah sampai saat ini belum dapat mengukur manfaat untuk setiap Aset Tetap sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan terhadap Aset Tetap
- Aset Tetap yang dilaporkan dalam LKPP belum seluruhnya dilakukan Inventarisasi dan Penilaian, masih berbeda dengan laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian, dan belum selaras dengan pencatatan pengguna barang
- Pengendalian atas pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian Aset KKKS dan Aset Eks BPPN belum memadai
Rekomendasi atas permasalahan
- Minimal ada tiga tujuan pengelolaan aset KKKS secara tertib dan akuntabel yaitu menurunkan cost recovery, meningkatkan penerimaan negara, serta meningkatkan opini BPK.
- Penetapan kebijakan akuntansi selisih kurs dan pencatatan Aset KKKS
- Perbaikan metode dan pencatatan hasil IP
- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mempercepat pensertifikatan dan penanganan permasalahan tanah aset negara di sektor hulu migas.
III. ASET DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN (DEKON/TP)
Definisi
Dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah serta adanya pelaksanaan otonomi daerah dalam pemerintahan RI, sebagian besar Kementerian/Lembaga (K/L) tidak lagi memiliki kantor vertikal di daerah seperti kantor wilayah untuk provinsi dan kantor daerah untuk kabupaten dan kota. Oleh karenanya, untuk tetap dapat melaksanakan tugas dan fungsi K/L di daerah, maka Pemerintah Pusat menugaskan pemerintah daerah sebagai pelaksana. Untuk menunjang program dari K/L tersebut, pemerintah pusat menyediakan dana dari APBN dalam suatu mata anggaran tersendiri yaitu Dana Dekonsentrasi untuk kegiatan yang bersifat koordinatif dan Dana Tugas Pembantuan untuk kegiatan yang bersifat operasional.
UU No 32 tahun 2004 memberikan definisi dekonsentrasi sebagai berikut:
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah ke
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah ke
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
"tugas pembantuan" menurut UU no 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
- Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewengan serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011;
- Peratuan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang disempurnakan dengan PMK Nomor 248 Tahun 2010;
- SEB 3 Menteri No. 0442/MPPN/11/2010, SE-696/MK/2010, 120/4693/SJ tentang Peningkatan Efektivitas Penyelenggaraan Program dan Kegiatan K/L di Daerah serta Peningkatan Peran Aktif Gubernur Selaku Wakil Pemerintah;
- PMK Nomor 125 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Dana Dekonsentrasi dan DanaTugas Pembantuan Sebelum TA 2011 ;
- PMK Nomor 98/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.06/2011 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan Sebelum Tahun Anggaran 2011.
Prinsip Dekon/TP dan Pengelolaan Aset Dekon/TP
Pengelolaan dekonsentrasi/tugas pembantuan menurut Pasal 9 dan Pasal 10 PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, meliputi prinsip pendanaan, perencanaan, penganggaran, penyaluran, dan pelaksanaan serta pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) hasil pelaksanaan dekonsentrasi/tugas pembantuan.
Pengelolaan BMN berdasarkan PMK 98 tahun 2013 terdiri dari kegiatan penggunaan, pemindahtanganan, pemusnahan dan penghapusan BMN, serta penatausahaan BMN yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan.
- Wewenang sebagai Pengelola aset atau BMN Dekon/TP adalah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
- Sedangkan pengguna Barang Dekon/TP merupakan Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Satker merupakan kuasa pengguna Barang Dekon/TP. Menteri Keuangan c.q. DJKN berwenang menetapkan status penggunaan BMN Dekon/TP, memberikan persertujuan atas penolakan atas usulan pemindahtangan BMN Dekon/TP yang diajukan oleh K/L, dan melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN Dekon/TP.
- Sedangkan K/L dan SKPD bertanggung jawab untuk melakukan inventarisasi dalam rangka menentukan rincian data (termasuk kondisi dan keberadaan) BMN Dekon/TP.
karakteristik dari kegiatan Dekonsentrasi berdasarkan PMK Nomor 156 tahun 2008 yang disempurnakan dengan PMK Nomor 248 tahun 2010 adalah berupa kegiatan non-fisik yaitu yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap.
Jenis Kegiatan
|
Akun
|
Keterangan
|
Kegiatan Utama (Non Fisik):
Sinkronisasi, Evaluasi, Pengedalian, Supervisi, Penyuluhan, dsb.
|
Belanja Barang sesuai peruntukannya (Kode Akun 52)
|
Tidak menambah aset
|
Kegiatan Pendukung/ Penunjang: Pengadaan Barang/ Jasa, penunjang lainnya
|
Belanja Barang Penunjang Kegiatan Dekon (Kode Akun 521311)
|
Tidak menambah aset
|
karakteristik tugas pembantuan adalah kegiatan yang bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah nilai aset pemerintah. Kegiatan tersebut tentunya juga harus sejalan dengan tugas dan fungsi dari pemerintah kabupaten dan pemerintah kota termasuk desa yang bersifat operasional. Dari kegiatan fisik dana tugas pembantuan tersebut sudah pasti akan menghasilkan BMN aset tetap seperti peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, serta jaringan. Sebagian kecil Dana Tugas Pembantuan tersebut dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya.
Jenis Kegiatan
|
Akun
|
Keterangan
|
Kegiatan Utama:
|
Belanja Modal sesuai peruntukannya
Belanja Barang Fisik Lainnya TP (521411)
|
Menambah Aset
Tidak menambah aset
|
Kegiatan Pendukung/ Penunjang: Pengadaan Barang/ Jasa, penunjang lainnya
|
Belanja Barang Penunjang Kegiatan TP (521321)
|
Dapat Menambah Aset Tetap
|
Kondisi dan Permasalahan Pelaksanaan Dekon/TP
- Masih banyaknya BMN eks dekon/TP yang tidak tercatat dan terlaporkan sesuai ketentuan berlaku, dikarenakan: Hampir seluruh unit akuntansi barang penerimaan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan tidak berfungsi; kurangnya pemahaman instansi terkait dana dekonsentrasi/tugas pembantuan, baik dari sisi K/L maupun sisi SKPD akan pentingnya pertanggungjawaban atas pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang akuntabel; kurangnya pemahaman instansi terkait dana dekonsentrasi/tugas pembantuan mengenai SIMAK BMN; tidak berfungsinya gubernur/kepala daerah sebagai koordinator kegiatan dekonsentrasi/tugas pembantuan di daerah; tidak berjalannya fungsi pembinaan SIMAK BMN dari UAPPB Eselon 1 terhadap unit akuntansi barang penerima dana dekonsentrasi/tugas pembantuan; K/L tidak dapat mengidentifikasi BMN hasil dekonsentrasi/tugas pembantuan; sanksi yang ada belum diterapkan secara tegas kepada entitas yang melanggar aturan main; adanya temuan BPK terkait aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang tentunya akan mempengaruhi opini BPK terhadap LKKL dan pada akhirnya juga akan turut mempengaruhi opini BPK terhadap LKPP.
- Masih terus adanya temuan BPK terkait aset dekonsentrasi/tugas pembantuan dari tahun ke tahun.
- Adanya ketidaksinkronan antara status kepemilikan atas BMN eks dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
- Permasalahan terkait hal kebijakan pengelolaan dan penatausahaan BMN serta pelaksanaan pengelolaan BMN.
Rekomendasi
- Pembinaan dan pelatihan terhadap K/L dan SKPD tentang pertanggungjawaban atas pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan.
- Sosialisasi peraturan terkait dekonsentrasi/tugas pembantuan.
- Penerbitan peraturan teknis terkait sanksi.
- Penerapan sanksi secara tegas.
- Menyusun tindak lanjut sesuai rekomendasi BPK.
- Melakukan serta meningkatkan koordinasi baik K/L, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta menteri keuangan (DJKN).
- Pada tataran pelaksanaan, mempercepat menyelesaikan usulan pengelolaan termasuk usulan hibah dari K/L serta evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan BMN eks DK/TP.
- Terhadap barang yang sudah tidak dalam kondisi baik tersebut dapat dibersihkan dengan mudah seperti melakukan penjualan, penghapusan, bahkan pemusnahan.
- Merencanakan dan mengalokasikan anggaran untuk pemeliharaan aset dekon/TP secara lebih baik dan akurat.
- Melakukan inventarisasi BMN secara berkala dan meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan BMN eks dekon/TP.
- Menciptakan sistem konsultansi online bagi K/L maupun pemda terkait permasalahan pengelolaan aset dekon/TP serta menerapkan sistem pengaduan (whistleblower) untuk mengatasi penyalahgunaan dana dekon/TP maupun pelaksanaan pengelolaan aset dekon/TP yang tidak tertib.
IV. ASET BADAN LAYANAN UMUM (BLU)
- Definisi
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disebut BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyedian barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Aset Tetap BLU didefinisikan sebagai aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLU atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006 Tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum
Pengelolaan Aset BLU
Pengakuan Aset tetap diakui sebagai aset apabila:
- Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan
- Biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara andal
- Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal BLU
- Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan
Pengukuran
Aset tetap diukur berdasarkan biaya perolehan. Namun jika tidak memungkinkan maka nilai aset tetap tersebut didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Apabila aset tetap diperoleh secara gabungan maka harga perolehan dari masingmasing aset ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
apabila aset tetap diperoleh melalui pertukaran maka ada dua kondisi yang muncul yaitu:
- Pertukaran atau pertukaran sebagian dengan aset tetap yang tidak serupa atau aset lain.
Biaya perolehan dari aset tetap atas pertukaran tersebut diukur pada nilai wajar aset yang dilepas atau yang diperoleh, yang mana yang lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar aset yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. - Pertukaran dengan aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang sama dan memiliki nilai wajar serupa atau aset tetap yang dijual dalam pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa.Dalam kondisi tersebut maka tidak ada keuntungan atau kerugian yang diakui dalam transaksi karena proses perolehan penghasilan tidak lengkap. Biaya perolehan aset yang baru adalah jumlah tercatat dari aset yang dilepaskan. Namun, apabila nilai wajar aset yang diterima lebih rendah dibandingkan dengan aset yang dilepaskan maka biaya perolehan dicatat sebesar nilai wajar aset yang diterima. Contoh dari pertukaran aset serupa adalah pertukaran pesawat terbang, hotel, bengkel, dan property real estate.
Subsequent expenditure
Pengeluaran setelah perolehan awal dibedakan menjadi dua yaitu:
- Pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat keekonomian di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada jumlah tercatat aset yang bersangkutan.
- Pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aset tetap untuk menjaga manfaat keekonomian masa yang akan datang atau untuk mempertahankan standar kinerja semula atas suatu aset, diakui sebagai biaya saat terjadi. Contoh adalah biaya pemeliharaan.
Revaluasi Asset
Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap tidak diperkenankan. Namun, penilaian kembali aset tetap dapat dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
Penyusutan
- Penyusutan untuk setiap periode diakui sebagai biaya untuk periode yang bersangkutan. Adapun jumlah yang disusutkan harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaat dan metode penyusutan harus mencerminkan pola pemanfaatan ekonomi aset
- Untuk masa manfaat aset harus ditelaah ulang secara periodic dan jika ada perbedaan yang signifikan antara estimasi penyusutan dan hasil telaahan, biaya penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan dating harus disesuaikan.
- Metode penyusutan yang dapat digunakan antara lain metode garis lurus, metode saldo menurun ganda, dan metode unit produksi. Seluruh aset tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset kecuali yang tidak disusutkan adalah tanah dan kontruksi dalam pengerjaan.
- Metode penyusutan untuk aset tetap ditelaah ulang secara periodic dan jika terdapat perubahan signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aset, metode penyusutan harus diubah dengan jumlah biaya penyusutan untuk periode yang akan dating kemungkinan berubah. Perubahan metode penyusutan itu harus diperlakukan sebagai perubahan kebijakan akuntansi.
- Apabila manfaat ekonomi suatu aset tetap tidak lagi sebesar jumlah yang tercatat maka aset dinyatakan sebesar nilai mafaat ekonomi yang tersisa. Penurunan nilai manfaat aset tetap dilaporkan sebagai kerugian. Penurunan nilai aset dilaporkan dalam laporan operasional/aktivitas.
Pelepasan
Aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen ditarik dari penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi masa yang akan datang yang diharapkan dari pelepasannya. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu aset tetap diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan operasional/aktivitas.
Permasalahan Aset BLU
- Peraturan yang belum harmonis antara pengelolaan BMN di BLU dan pengelolaan BMN secara umum.
- Inventarisasi aset BLU yang masih bermasalah.
- Belum lengkapnya peraturan yang menaungi pengelolaan BMN di BLU.
- Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/BMD cacat hukum.
Rekomendasi
- Harmonisasi antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 dan peraturan terkait pengelolaan BMN di BLU. Sebaiknya peran pengelola barang tetap pada Menteri Keuangan yang dilimpahtugaskan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara sehingga kegiatan pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di BLU dilakukan atas persetujuan Direktur Jenderal.
- Optimalisasi pelaksanaan Road MapStrategic Assets Management yang telah disusun oleh DJKN dalam rangka penertiban pencatatan dan pelaporan BMN di BLU.
- Penyempurnaan peraturan yang mengakomodasi kejadian-kejadian khusus terkait perolehan dan penatausahaan BMN.
- Revisi terhadap naskah dinas dalam Pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara agar Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan BMN/BMD dapat diatur lebih lanjut ke peraturan setingkat dibawahnya. Alternatif lain adalah revisi terhadap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 dengan memperjelas ketentuan di dalamnya dan tidak mengaturnya lebih lanjut ke peraturan setingkat dibawah.
Artikel Ini Sangat Bermanfaat sekali ... Jangan Lupa Dibaca Juga Artikel berikut ini :D
ReplyDeleteIni dia tempat Terbaik dan Terjitu KapalJudi88
Pastikan Agen Bola terbaik anda dari Judi Bola
Bandar Bola terbaik Dan Terpecaya Kapal Asia
1 Akun Untuk Semua Permainan
Referral Rolingan 0.1%
Cashback Hingga 15%
Referral 2.5%
Casino 0.8%
WA : +855 1537 8728
FB : Kapal Judi Faigk
Telegram : @KAPALJUDI
Fanspage : https://www.facebook.com/KAPALJUDI.NET/
Instagram : @kapaljudi88
Twitter : @KapalAsia88
Line : Kapaljudi